Oleh : Ater Tjaja
Malam 6 Juni 2011,
Billy........................................
Ya, nama itu diteriaki hingga menggemparkan ruangan Bugenvill RSUD Tobelo, saat jam di telpon genggam menunjuk 22:49:53 Wit! Waktu itu telah setengah jam lebih berlalu saat kami rombongan tiba dari Wari Ino, yang juga berarti telah setengah jam lebih Billy sang kerabat, teman-sahabat, kader, mahasiswa dan bagian yang kompleks denganku: meninggal dunia!
Meluncurnya mobil jenazah membelah jalan dan diikuti kendaraan lain menuju WKO --kediaman Billy--, terus diikuti tangis haru!
Serentak menyemut pelayat di rumah itu dengan tangisan parao yang mungkin hendak berbisik pada Billy ataupun pada semua yang ada di situ: "tangisan ini tanda bahwa hidup begitu dihargai sehingga matipun ditangisi!"
Masih menangis dan tuk beberapa saat ke depan terus meratap!
Ada apa dengan Mati?
Tanya ini selalu "ganggu" pikir saat duka yang dibungkusi mati ada dan saat itu juga ternyata orang bisa benar-benar beriman walau menangis dan larut berduka!
Mungkin, saat dengan "menduga" bahwa di seberang mati ada kekekalan, yang terselimut duka, walau menangis dengan kuatnya, amini penjemputan jiwa yang mati oleh yang di Sembah!
Jadi bertanya: Iman yang menangisi ataukah menangisi iman?
Kedengarannya aneh pertanyaan yang terpikirkan itu saat jam di telpon genggam 23:30:00 waktu Indonesia bagian Tobelo (WIT)!
Informasi buat kerabat di tempat manapun belum selesai! Di sekitar tempat jenazah dibaringkan pembicaraan haru terjadi. Sepertinya info kronologis kecelakaan hingga putus nafas yg disampaikan. Tiba-tiba saja dalam nada tangisan sang bunda berkata-kata: Billy.... tong sayang pa ngana! Tapi Tuhan Yesus lebe sayang pa ngana! ("kami menyayangimu, tetapi Tuhan Yesus yang lebih menyayangimu). Waktu itu 00:05:15 WIT.
Kredo sang bunda tadi masih mengiang di telinga saat mengantuk dan terjaga berlomba dalam diri! Untuk beberapa saat mengantuk urungkan niatnya sehingga dalam saat terjaga kredo itu diboboti karena teringat apa yang ditulis Dieter Becker (1996):
Pertama: kematian adalah sesuatu yang alamiah yakni manusia mengambil bagian dalam struktur kehidupan keseluruan yang kompleks; kematian adalah suatu garapan seni dari alam untuk mendorong evolusi. Menurut pengertian Alkitab, "baju tubuh" bukanlah pakaian usang atau pakaian narapidana, yang tidak senilai dengan martabat jiwa dan hanya dilepaskan melalui kematian. berbeda dengan itu, baju tubuh merupakan "jubah kehormatan" dari jiwa, yang dirindukan supaya tidak terus telanjang (2 Kor. 4:17, 5:1-dst). Melalui kematian baju jiwa dibuka agar "pakaian baru" dikenakan (2 Kor 5:1-dst).
Kedua:ada pikiran bahwa kematian telah memaku manusia pada isi dan hasil dari kehidupannya yang tak terelakkan. Dimensi kematian ini dilewati dengan memandang kematian sebagai hal yang tabu, yang tak bermakna dan yang dirindukan secara romantis. tetapi dilihat dari kenyataan, hal ini sebenarnya mengakibatkan meningkatnya ketakutan yang tersembunyi akan kematian dan hidup. Tendensi untuk menggeser kematian ke bawah sadar tidak mendapat dukungan dari kepercayaan akan kebangkitan dalam Perjanjian Baru. Dalam kebangkitan Yesus Kristus, kematian tidak disingkirkan tetapi dikalahkan. Kepercayaan akan kebangkitan Kristus tidak menghilangkan kepahitan dari kematian melainkan memungkinkan bertahan terhadapnya.
Ketiga: Kematian adalah panggilan untuk pulang. Hal ini bukan hanya hukum, melainkan juga Injil; bukan hanya pengadilan melainkan juga penebusan (Flp 1:23). Kematian tidak membawa menuju ketiadaan hubungan, melainkan mengintensifkan hubungan dengan Kristus. (Iman Kristen memandang) Dalam kematian manusia beroleh bentuk yang tidak samar-samar lagi, apa yang kita miliki sekarang, yaitu persekutuan dengan Kristus.
Tambahan rasa penasaran atas kredo sang bunda Billy ditemukan sandingannya lagi dengan pemikiran teologi pengharapan/eskatologi Jurgen Moltmann yang dikutip Nico Syukur (2004). Menurut Moltmann salib dan kebangkitan Kristus merupakan inti sari iman Kristiani yang mendasari pengharapan --tentunya bagi yang mati dan ditinggal mati--. Pada salib Kristus, kematian manusia mendapat arti bagi Allah dan kebangkitan Kristus adalah awal kebangkitan orang-orang mati, dan dengan demikian "permulaan akhir sejarah di tengah-tengah sejarah". Arti eskatologi mati dan kebangkitan Kristus dilihat Moltmann terutama dalam salib. Melalui salib, Allah menerima kematian supaya manusia dapat mati dalam damai karena mengetahui dengan pasti bahwa juga dalam kematian ia tidak terpisah dari Allah. malah melebihi itu, Kristus yang tersalib itu dijadikan dasar penciptaan baru, di mana maut ditelan oleh hidup yang menang. Dalam kematian Kristus terletak keyakinan bahwa Allah sungguh-sungguh terlibat dalam sejarah manusia termasuk struktur kehidupan yang kompleks --lahir hingga mati--.
Billy, sosok yang di mata ini agak pemalu kini telah pergi! Namun kebersesamaan antara kita masih tinggal sebagai pengingat memberlakukan sesama!
Semoga kita semua diberi ketabahan serta pengharapan dan keberimanan dalam Yesus Kristus.
(Foto: diambil saat kegiatan P3K2 Universitas Halmahera tahun 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar